BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang menjapai
17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km2 Wilayah lautan
yang luas tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman
hayati terbesar di dunia, salah satunya adalah ekosistem terumbu karang.
Terumbu karang merupakan ekosistem khas daerah tropis dengan pusat
penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Diperkirakan luas terumbu karang yang
terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas
dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters,
1994 dalam Suharsono, 1998).
Potensi sumberdaya alam kelautan ini tersebar di
seluruh Indonesia dengan beragam nilai dan fungsi, antara lain nilai
rekreasi (wisata bahari), nilai produksi (sumber bahan pangan dan ornamental)
dan nilai konservasi (sebagai pendukung proses ekologis dan penyangga kehidupan
di daerah pesisir, sumber sedimen pantai dan melindungi pantai dari ancaman
abrasi) (Fossa dan Nilsen, 1996). Ditinjau dari aspek ekonomi, ekosistem
terumbu karang menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat pesisir di sekitarnya
(Suharsono, 1998).
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari
ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam
biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini pada umumnya hidup lebih dari
300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis
moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000).
Terumbu karang bisa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem laut. Ekosistem
ini terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang
sangat penting dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
1.2 Pengertian
Terumbu Karang
Binatang karang adalah pembentuk utama ekosistem
terumbu karang. Binatang karang yang berukuran sangat kecil, disebut polip,
yang dalam jumlah ribuan membentuk koloni yang dikenal sebagai karang (karang
batu atau karang lunak). Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang
dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo
Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk
utama terumbu, sedangkan Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga
meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut.
Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga.
Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang
dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang
sebagian besar dihasilkan koral. Di dalam terumbu karang, koral adalah insinyur
ekosistemnya. Sebagai hewan yang menghasilkan kapur untuk kerangka
tubuhnya,karang merupakan komponen yang terpenting dari ekosistem tersebut.
Jadi Terumbu karang (coral reefs) merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat
di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22oC), memiliki kadar CaCO3
(Kalsium Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan
karang keras. (Guilcher, 1988).
1.3 Manfaat Ekosistem Terumbu Karang
- Dari segi ekonomi ekosistem terumbu karang memiliki nilai estetika dan tingkat keanekaragaman biota yang tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan, bahan obat – obatan ataupun sebagai objek wisata bahari.
- Ditinjau dari fungsi ekologisnya, terumbu karang yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan menyumbangkan stabilitas fisik, yaitu mampu menahan hempasan gelombang yang kuat sehingga dapat melindungi pantai dari abrasi
- Adapun dari sisi social ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa Negara yang berasal dari devisa perikanan dan pariwisata.
1.4 Tipe-
Tipe Terumbu Karang Berdasarkan Jenisnya
Ada dua
jenis terumbu karang yaitu :
- Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral) merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.
- Terumbu karang lunak (seperti sea fingers dan sea whips) tidak membentuk karang. Terdapat beberapa tipe terumbu karang yaitu terumbu karang yang tumbuh di sepanjang pantai di continental shelf yang biasa disebut sebagai fringing reef, terumbu karang yang tumbuh sejajar pantai tapi agak lebih jauh ke luar (biasanya dipisahkan oleh sebuah laguna) yang biasa disebut sebagai barrier reef dan terumbu karang yang menyerupai cincin di sekitar pulau vulkanik yang disebut coral atoll.
1.5 Tipe- Tipe Terumbu Karang Berdasarkan
Bentuknya
Terumbu
karang umunya dikelompokkan ke dalam empat bentuk, yaitu :
1.
Terumbu karang tepi (fringing
reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di
mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai
kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut
lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang
ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang
mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah
secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua
(Bali).
2.
Terumbu karang penghalang (barrier
reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif
jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh
perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air)
atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang
penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk
gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan,
Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi
Tengah).
3. Terumbu
karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi
batas dari pulaupulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat
perbatasan dengan daratan.
4. Terumbu
karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut
juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke
atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan
pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal
dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta),
Kepulauan Ujung Batu.
1.6 Beberapa Spesies Terumbu Karang di Indonesia
dan Klasifikasinya
1. Acropora
cervicornis
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora cervicornis
Acropora cervicornis
Kedalaman : Karang ini
banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni dapat terhampar sampai beberapa meter, Koloni arborescens, tersusun dari cabang-cabang yang silindris. Koralit berbentuk pipa. Aksial koralit dapat dibedakan.
Warna : Coklat muda.
Kemiripan : A. prolifera, A. formosa.
Distribusi : Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep. Cayman..
Habitat : Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang jernih.
Ciri-ciri : Koloni dapat terhampar sampai beberapa meter, Koloni arborescens, tersusun dari cabang-cabang yang silindris. Koralit berbentuk pipa. Aksial koralit dapat dibedakan.
Warna : Coklat muda.
Kemiripan : A. prolifera, A. formosa.
Distribusi : Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep. Cayman..
Habitat : Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang jernih.
2. Acropora acuminata
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora
acuminata
Acropora acuminata
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni bercabang. Ujung cabangnya lancip. Koralit mempunyai 2 ukuran.
Warna : Biru muda atau coklat.
Kemiripan : A. hoeksemai, A abrotanoides.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea dan Philipina.
Ciri-ciri : Koloni bercabang. Ujung cabangnya lancip. Koralit mempunyai 2 ukuran.
Warna : Biru muda atau coklat.
Kemiripan : A. hoeksemai, A abrotanoides.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea dan Philipina.
Habitat
: Pada bagian atas atau bawah lereng karang yang jernih atau pun
keruh.
3. Acropora micropthalma
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora
micropthalma
Acropora micropthalma
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni bisa mencapai 2 meter luasnya dan hanya terdiri dari satu spesies. Radial koralit kecil, berjumlah banyak dan ukurannya sama.
Warna : Abu-abu muda, kadang coklat muda atau krem.
Kemiripan : A. copiosa, A. Parilis, A. Horrida, A. Vaughani, dan A. exquisita.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea.
Ciri-ciri : Koloni bisa mencapai 2 meter luasnya dan hanya terdiri dari satu spesies. Radial koralit kecil, berjumlah banyak dan ukurannya sama.
Warna : Abu-abu muda, kadang coklat muda atau krem.
Kemiripan : A. copiosa, A. Parilis, A. Horrida, A. Vaughani, dan A. exquisita.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea.
Habitat
: Reef
slope bagian atas, perairan keruh dan lagun berpasir.
4. Acropora millepora
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora
millepora
Acropora millepora
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berupa korimbosa berbentuk bantalan dengan cabang pendek yang seragam. Aksial koralit terpisah. Radial koralit tersusun rapat.
Warna : Umumnya berwarna hijau, orange, merah muda, dan biru.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. convexa, A. prostrata, A. aspera dan A. pulchra.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina dan Australia.
Ciri-ciri : Koloni berupa korimbosa berbentuk bantalan dengan cabang pendek yang seragam. Aksial koralit terpisah. Radial koralit tersusun rapat.
Warna : Umumnya berwarna hijau, orange, merah muda, dan biru.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. convexa, A. prostrata, A. aspera dan A. pulchra.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina dan Australia.
Habitat
: Karang
ini umumnya banyak hidup di perairan yang dangkal.
5. Acropora palmate
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora palmate
Acropora palmatae
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 5-20 meter.
Ciri-ciri :
Koloni berbentuk cabang besar menyerupai tanduk rusa.
Warna
: Umumnya berwarna coklat muda sampai coklat
kekuningan.
Distribusi
: Tersebar di Perairan Indonesia, Karibia, dan Bahama.
Habitat
: Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal.
6. Acropora hyacinthus
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora hyacinthus
Acropora hyacinthus
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 15-35 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk datar tipis dan struktur halus di permukaan.
Warna : Coklat, hijau, merah muda.
Distribusi : Perairan Indonesia, Indo-Pasifik.
Habitat : Umumnya di lereng karang.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk datar tipis dan struktur halus di permukaan.
Warna : Coklat, hijau, merah muda.
Distribusi : Perairan Indonesia, Indo-Pasifik.
Habitat : Umumnya di lereng karang.
7. Acropora echinata
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora echinata
Acropora echinata
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentik tabung bercabang yang menyerupai tentakel.
Warna : Coklat, kuning, putih.
Distribusi : Indo-Pasifik barat.
Habitat : Perairan dangkal yang hangat.
Ciri-ciri : Koloni berbentik tabung bercabang yang menyerupai tentakel.
Warna : Coklat, kuning, putih.
Distribusi : Indo-Pasifik barat.
Habitat : Perairan dangkal yang hangat.
8. Acropora humilis
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora humilis
Acropora humilis
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk jari-jari pipih bercabang.
Warna : Ungu, merah muda.
Distribusi : Perairan Indonesia, Indo-Pasifik.
Habitat : Perairan dangkal, ada juga di lereng karang.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk jari-jari pipih bercabang.
Warna : Ungu, merah muda.
Distribusi : Perairan Indonesia, Indo-Pasifik.
Habitat : Perairan dangkal, ada juga di lereng karang.
9. Acropora cytherea
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora
cytherea
Acropora cytherea
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk meja datar dengan struktur yang padat halus.
Warna : Krem, coklat, biru.
Distribusi : Indo-Pasifik barat.
Habitat : Perairan tenang, atas dan bawah lereng karang.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk meja datar dengan struktur yang padat halus.
Warna : Krem, coklat, biru.
Distribusi : Indo-Pasifik barat.
Habitat : Perairan tenang, atas dan bawah lereng karang.
10. Siderastrea sidereal
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Siderastreidae
Genus
: Siderastrea
Spesies
: Siderastrea sidereal
Siderastrea sidereal
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 7-14 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk batu bulat besar.
Warna : Coklat keemasan, abu-abu.
Distribusi : Perairan Indonesia, Karibia.
Habitat : Perairan dangkal yang jernih.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk batu bulat besar.
Warna : Coklat keemasan, abu-abu.
Distribusi : Perairan Indonesia, Karibia.
Habitat : Perairan dangkal yang jernih.
1.7 Metodologi Pengambilan Sampel Terumbu Karang
Beberapa metode yang umum digunakan oleh peneliti
dalam menggambarkan kondisi terumbu karang adalah:
1. Metode Transek Garis
2. Metode Transek Kuadrat
3. Metode Manta Tow
4. Metode Transek Sabuk (Belt transect)
Berikut akan kita coba menjelaskan secara ringkas
masing-masing metode tersebut:
1. Metode Transek garis
- Prinsip: menggunakan suatu garis transek yang diletakan diatas koloni karang.
- Transek garis digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas karang dengan melihat tutupan karang hidup, karang mati, bentuk substrat (pasir, lumpur), alga dan keberadaan biota lain. Spesifikasi karang yang diharapkan dicatat adalah berupa bentuk tumbuh karang (life form) dan dibolehkan bagi peneliti yang telah memiliki keahlian untuk mencatat karang hingga tingkat genus atau spesies.
- Pemilihan lokasi survei harus memenuhi persyaratan keterwakilan komunitas karang di suatu pulau. Biasanya penentuan ini dilakukan setelah dilakukan pemantauan dengan metode Manta Tow.
- Peralatan yang dibutuhkan dalam survei ini adalah rol meter, peralatan scuba, alat tulis bawah air, tas nilon, palu dan pahat untuk mengambil sampel karang yang belum bisa diidentifikasi, dan kapal.
Garis transek dimulai dari kedalaman dimana masih
ditemukan terumbu karang batu (± 25 m) sampai di daerah pantai mengikuti pola
kedalaman garis kontur. Umumnya dilakukan pada tiga kedalaman yaitu 3 m, 5 m dan
10 m, tergantung keberadaan karang pada lokasi di masing-masing kedalaman.
Panjang transek digunakan 30 m atau 50 m yang penempatannya sejajar dengan
garis pantai pulau.
Pengukuran dilakukan dengan tingkat ketelitian
mendekati centimeter. Dalam penelitian ini satu koloni dianggap satu individu.
Jika satu koloni dari jenis yang sama dipisahkan oleh satu atau beberapa bagian
yang mati maka tiap bagian yang hidup dianggap sebagai satu individu
tersendiri. Jika dua koloni atau lebih tumbuh di atas koloni yang lain, maka
masing-masing koloni tetap dihitung sebagai koloni yang terpisah. Panjang
tumpang tindih koloni dicatat yang nantinya akan digunakan untuk menganalisa
kelimpahan jenis. Kondisi dasar dan kehadiran karang lunak, karang mati lepas
atau masif dan biota lain yang ditemukan di lokasi juga dicatat.
Cara pemasangan Transek garis (LIT)
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Akurasi data dapat diperoleh dengan baik
|
Membutuhkan tenaga peneliti yang banyak
|
Data yang diperoleh lebih banyak dan lebih baik
seperti struktur komunitas seperti persentase tutupan karang hidup/karang
mati, kekayaan jenis, dominasi, frekuensi kehadiran, ukuran koloni dan
keanekaragaman jenis dapat disajikan secara lebih menyeluruh
|
Dituntut keahlian peneliti dalam identifikasi
karang, minimal life form dan sebaliknya genus atau spesies
|
Struktur komunitas biota yang berasosiasi dengan
terumbu karang juga dapat disajikan dengan baik
|
Survei membutuhkan waktu yang lama
|
Peneliti dituntut sebagai penyelam yang baik
|
|
Biaya yang dibutuhkan juga relatif lebih besar
|
2. Metode
Transek Kuadrat (Quadrat Transek)
Metoda transek kuadrat digunakan untuk memantau
komunitas makrobentos di suatu perairan. Pada survei karang, pengamatan
biasanya meliputi kondisi biologi, pertumbuhan, tingkat kematian dan rekruitmen
karang di suatu lokasi yang ditandai secara permanen. Survei biasanya
dimonitoring secara rutin. Pengamatan didukung dengan pengambilan underwater
photo sesuai dengan ukuran kuadrat yang ditetapkan sebelumnya. Pengamatan laju
sedimentasi juga sangat diperlukan untuk mendukung data tentang laju
pertumbuhan dan tingkat kematian karang yang diamati.
- Peralatan yang dibutuhkan adalah kapal kecil, peralatan scuba, tanda kuadrat 1 m x 1 m dan sudah dibagi setiap 10 cm, kaliper, GPS dan underwater camera.
- Data yang diperoleh dengan metoda ini adalah persentase tutupan relatif, jumlah koloni, frekuensi relatif dan keanekaragaman jenis.
Kelebihan
|
Kekurangan
|
|
|
3. Metode
Manta Tow
Metode Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan
terumbu karang dengan cara pengamat di belakang perahu kecil bermesin dengan
menggunakan tali sebagai penghubung antara perahu dengan pengamat (Gambar 1).
Dengan kecepatan perahu yang tetap dan melintas di atas terumbu karang dengan
lama tarikan 2 menit, pengamat akan melihat beberapa obyek yang terlintas serta
nilai persentase penutupan karang hidup (karang keras dan karang lunak) dan
karang mati.
Teknik Manta Taw
- Peralatan yang Digunakan
Untuk melakukan pengamatan terumbu karang dengan
menggunakan metode Manta Tow ini diperlukan peralatan sebagai berikut :
Kaca mata selam (masker), Alat bantu pernapasan di
permukaan air (snorkel), Alat bantu renang di kaki (fins), Perahu bermotor
(minimal 5 PK), Papan manta (manta board) yang berukuran panjang 60 cm, lebar
40cm, dan tebal 2 cm, Tali yang panjangnya 20 meter dan berdiameter 1 cm,
Pelampung kecil, Papan plastik putih yang permukaannya telah dikasarkan
dengan kertas pasir, Pensil, Penghapus, Stop watch/jam, Global Positioning
System (GPS)
- Prosedur Umum Manta Tow
Pengamat ditarik di antara rataan terumbu karang dan
tubir (reef edge), dengan kecepatan yang tetap yaitu antara 3 ‐ 5 km/jam
atau seperti orang yang berjalan lambat. Bila ada faktor lain yang menghambat
seperti arus perairan yang kencang maka kecepatan perahu dapat ditambah sesuai
dengan tanda dari si pengamat yang berada di belakang perahu. Pengamatan
terumbu karang dilakukan selama 2 menit, kemudian berhenti beberapa saat untuk
memberikan waktu bagi pengamat mencatat data beberapa kategori yang terlihat
selama 2 menit pengamatan tersebut ke dalam tabel data yang tersedia di papan
manta. Setelah mendapat tanda dari pengamat maka pengamatan dilanjutkan lagi
selama 2 menit, begitu seterusnya sampai selesai pada batas lokasi terumbu
karang yang diamati.
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Mudah dipraktikan
|
Survey secara tidak sengaja dapat dilakukan pada
lokasi diluar terumbu karang
|
Biaya yang dibutuhkan tidak terlalu mahal
|
Kemungkinan ada objek yang terlewatkan
|
4. Metode
Transek Sabuk (BELT TRANSECT)
Transek sabuk digunakan untuk mengambarkan kondisi
populasi suatu jenis karang yang mempunyai ukuran relatif beragam atau
mempunyai ukuran maksimum tertentu misalnya karang dari genus Fungia. Metoda
ini bisa juga untuk mengetahui keberadaan karang hias (jumlah koloni, diameter
terbesar, jumlah jenis) di suatu daerah terumbu karang.
Panjang transek yang digunakan ada 10 m dan lebar satu
m, pengamatan keberadaan karang hias yang pernah dilakukan oleh lembaga ICRWG
(Indonesia Coral Reef Working Group) menggunakan panjang transek 30 m dan lebar
dua meter (satu m sisi kiri dan kanan meteran transek). Pencatatan dilakukan
pada semua individu yang menjadi tujuan penelitian, yang berada pada luasan
transek.
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Pencatatan data jumlah individu lebih teliti
|
Waktu yang dibutuhkan cukup lama
|
Data yang diperoleh mempunyai akurasi yang cukup
tinggi dan dapat menggambarkan struktur populasi karang
|
Membutuhkan keahlian untuk mengidentifikasi karang
secara langsung dan dibutuhkan penyelaman yang baik
|
BAB 2
PEMBAHASAN
Transplantasi
terumbu karang mempunyai pengertian sebagai salah satu teknik pelestarian (rehabilitasi)
terumbu karang yang semakin terdegradasi dengan teknik pencangkokan. Tujuan
Transplantasi pada dasarnya adalah untuk pelestarian ekosistem terumbu karang.
Transplantasi terumbu
karang berperan
dalam mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. Atau untuk
membangun daerah terumbu karang yang baru yang sebelumnya tidak ada.
Teknik dan prosedur pelaksanaan
transplantasi terumbu karang mesti disesuaikan dengan tujuan transplantasi
karang itu sendiri. Prosedur transplantasi berdasarkan masing-masing tujuan
secara lebih spesifik adalah sebagai berikut:
2.1 Pemulihan Terumbu Karang yang Telah Rusak
(gambar 1)
(gambar 2)
(Pemasangan karang dalam
transplantasi terumbu karang)
( sampel Transplantasi Terumbu
Karang di Pantai Teluk
Sungailiat Kabupaten Bangka)
Transplantasi karang dengan tujuan pemulihan terumbu
karang yang telah rusak dilakukan dengan memindahkan potongan karang hidup dari
terumbu karang yang kondisinya masih baik ke lokasi terumbu karang telah rusak.
Teknik dan prosedurnya sebagai berikut:
- Lokasi pengambilan bibit di sekitar terumbu karang yang telah rusak (tidak boleh jauh dari lokasi penanaman) dengan kondisi terumbu karang yang masih baik.
- Antara lokasi pengambilan bibit dengan lokasi terumbu karang yang telah rusak mempunyai kondisi lingkungan (kedalaman dan keadaan arus) yang mirip.
- Pengambilan bibit dilakukan dengan memotong cabang karang induk di tempat, dan tidak melakukan pemotongan koloni karang induk yang letaknya saling berdekatan untuk menghindari kerusakan ekosistem secara menyolok.
- transportasi bibit dari lokasi pengambilan bibit dengan lokasi transplantasi tidak lebih dari satu jam.
2.2 Faktor- Faktor
Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan Ekosistem Terumbu Karang
- Suhu
Secara global, sebarang terumbu
karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan
tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang
tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C,
dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C.
- Salinitas
Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut
dengan salinitas air yang tetap di atas 30 ‰ tetapi di bawah 35 ‰ Umumnya
terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air
tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas.
Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang
dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang
salinitasnya 42 %.
- Cahaya dan Kedalaman
Kedua faktor tersebut berperan penting untuk
kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan
karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan
kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter
atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi
terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas
di permukaan.
- Kecerahan
Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya.
Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk
memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.
- Gelombang
Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang
yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang
tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang
memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air
segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada
koloni atau polip karang.
- Arus
Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat
positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh
karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan
sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga
berakibat pada kematian karang.
- Sedimen
Karang umumnya tidak tahan terhadap sedimen. Karena
sedimen merupakan faktor pembatas yang potensial bagi sebaran karang di daerah
dimana suhu cocok untuk hewan ini.
2.3 Faktor- faktor yang Merusak Terumbu Karang
Indonesia memang kaya akan keanekaragaman hayati nya
termasuk di laut. Karena Indonesia termasuk negara kepulauan. Saat ini salah
satu ekosistem yang memiliki peranan penting yaitu terumbu karang, kini mulai
rusak. Hal ini disebabkan oleh :
a. Pengendapan kapur
Pengendapan kapur dapat berasal dari penebangan pohon
yang dapat mengakibatkan pengikisan tanah (erosi) yang akan terbawa
kelaut dan menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh karena sinar
matahari tertutup oleh sedimen.
b. Aliran air tawar
Aliran air tawar yang terus menerus dapat membunuh
karang, air tawar tersebut dapat berasal dari pipa pembuangan, pipa air hujan
ataupun limbah pabrik yang tidak seharusnya mengalir ke wilayah terumbu karang.
c. Berbagai jenis limbah dan sampah
Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber,
diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan
perminyakan.
d. Pemanasan suhu bumi
Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon
dioksida (CO2) ke udara. Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi meningkatan
suhu secara global. yang dapat mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga
karang menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya zooxanthelae
dari jaringan kulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu
karang terhambat dan akan mati.
e. Uji coba senjata militer
Pengujian bahan peledak dan nuklir di laut serta kebocoran
dan buangan reaktor nuklir menyebabkan radiasi di laut, bahan radio aktif
tersebut dapat bertahan hingga ribuan tahun yang berpotensi meningkatkan jumlah
kerusakan dan perubahan genetis (mutasi) biota laut.
f. Cara tangkap yang merusak
Cara tangkap yang merusak antara lain penggunaan
muro-ami, racun dan bahan peledak.
d. Penambangan dan pengambilan karang
Pengambilan dan penambangan karang umumnya digunakan
sebagai bahan bangunan. Penambangan karang berpotensi menghancurkan ribuan
meter persegi terumbu dan mengubah terumbu menjadi gurun pasir bawah air.
e. Penambatan jangkar dan berjalan pada terumbu
Nelayan dan wisatawan seringkali menambatkan jankar
perahu pada terumbu karang. Jangkar yang dijatuhkan dan ditarik diantara karang
maupun hempasan rantainya yang sangat merusak koloni karang.
f. Serangan bintang laut berduri
Bintang laut berduri adalah sejenis bintang laut besar
pemangsa karang yang permukaanya dipenuhi duri. Ia memakan karang dengan cara
manjulurkan bagian perutnya ke arah koloni karang, untuk kemudian mencerna dan
membungkus polip-polip karang dipermukaan koloni tersebut.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Penelitian
Transplantasi karang untuk tujuan
penelitian, dibedakan dari persyaratan yang harus dilakukan oleh pelaksana
keenam transplantasi diatas, transplantasi untuk tujuan penelitian ini
diberbolehkan mengambil bibit di sekitar lokasi penelitian, dengan teknik
pemotongan cabang di tempat, tanpa memindahkan induknya. Karena transplantasi
untuk tujuan penelitian biasanya tidak memerlukan banyak specimen, dan dengan
biaya dan waktu sangat terbatas.
Tujuan transplantasi terumbu
karang yang mempunyai karakteristik masing-masing. Jika sahabat ingin ikut
berpartisipasi dalam pelestarian (khususnya transplantasi terumbu karang) bisa
dipertimbangkan tujuan pencapaian kegiatan yang diinginkan. Untuk metode
dan tahapan transplantasi terumbu karang saya tulis di kesempatan lain.
BAB 3
PENUTUP
3.2 Kesimpulan
- Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae
- Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan ekosistem Terumbu Karang yaitu suhu, salinitas, cahaya, kedalaman, kecerahan, gelombang dan arus.
- Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang penting, karena tempat tinggal biota laut.
- Perubahan iklim merupakan faktor paling dominan dalam perusakkan terumbu karang. Oleh karena itu, kita sebagai manusia harus lebih mencintai lingkungan.
- Indonesia dikenal sebagai pusat distribusi terumbu karang untuk seluruh Indo-Pasifik. Indonesia memiliki areal terumbu karang seluas 60.000 km2 lebih. Sejauh ini telah tercatat kurang lebih 354 jenis karang yang termasuk kedalam 75 marga.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan yang
Mempengaruhi Perkembangan Terumbu Karang (Coral Reef).http://www.ubb.ac.id
Dahuri, Rokhim, 1999, Kebijakan dan Strategi
Pengelolaan Terumbu Karang, Lokakarya Pengelolaan dan IPTEK Terumbu Karang
Indonesia, Jakarta.
Guilcher Andre. 1988. Coral reef Geomorphology. John
Willey & Sons.Chhichester
Suharsono, 1994. Metode penelitian terumbu karang.
Pelatihan metode penelitian dan kondisi terumbu karang. Materi Pelatihan
Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang: 115 hlm.
Suharsono, 1996. Jenis-jenis karang yang umum dijumpai
di perairan Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembagan Oseanologi. Proyek penelitian dan Pengembangan daerah Pantai: 116
hlm.
Welly,
Marthen. 2008. http://netsains.com/2009/07/indonesiapusatterumbukarangdunia.html
KATA PENGANTAR
Atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha
Esa, makalah yang merupakan tugas Mata kuliah Olahrga Air ini dapat kami
selesaikan walupun dalam bentuk sederhana.
Kami ucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu kami baik secara langsung ataupun tidak dalam
menyelesaikan makalah ini.
Isi dari pada Makalah ini adalah
pembahasan mengenai Transplantasi terumbu karang yang hingga saat ini
masyarakat banyak yang belum menyadari bahwa Terumbu karang merupakan bagian
dari Ekosistam laut yang penting karena menjadi salah satu sumber kehidupan
bagi beraneka ragam biota laut, maka dari itu di butuhkan kesadaran dari kita
semua akan pentingnya terumbu karang.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami
buat ini masih jauh dari kata sempurna . Maka dari itu kami mohon masukan
berupa kritik dan saran dari pembaca.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Pebrianti adam
DAFTAR ISI
hal
KATA PENGANTAR
........................................................................ i
DAFTAR
ISI..................................................................................... ii
BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
.............................................................................. 1
1.2 Pengertian terumbu
karang........................................................... 2
1.3 Manfaat Ekosistem terumbu
karang.............................................. 2
1.4 Tipe-tipe Terumbu Karang berdasarkan
jenisnya........................... 2
1.5 Tipe-tipe Terumbu Karang berdasarkan
bentuknya........................ 3
1.6 Beberapa spesies Terumbu Karang di indonesia dan
Klasifikasinya 3
1.7 Metode pengambilan sampel terumbu
karang................................ 11
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1Pemulihan terumbu karang yang
telah rusak.................................. 15
2.2faktor-faktor lingkungan yang mempengauhi
perkembangan
Ekosistem terumbu
karang.............................................................. 16
2.3faktor-faktor yang merusak terumbu
karang.................................... 17
BAB 3. PENUTUP
3.1Penelitian........................................................................................
18
3.2Kesimpulan......................................................................................
19
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................... 20
Makalah :
TRANSPLANTASI TERUMBU KARANG
DISUSUN:
O
L
E
H
NAMA : PEBRIANTI
ADAM
PRODI: BUDIDAYA
PEAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
T.A 2011 - 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar